Awalnya, lucu melihat anak kita mengenyot jempolnya. Tapi lama kelamaan kok sulit ya menghentikannya? Mengenyot jempol, menggigit kuku, mengamuk, mengompol, beberapa keluhan yang mungkin sederhana tapi bisa membuat pusing orangtua. Di tambah lagi kekhawatiran akankah kebiasaan ini berakibat buruk pada anak. Apa saja kebiasaan balita yang sering dikeluhkan orangtua?
Menghisap ibu jari
Mengisap ibu jari umum terjadi pada bayi usia 3 bulan - 2 tahun. Jika kebiasaan ini terjadi setelah anak usia tiga tahun, padahal sebelumnya tidak atau sudah berhenti, bisa jadi si anak sedang stres dan perlu dicari penyebabnya. Bila kebiasaan mengisap ibu jari terus berlanjut hingga usia sekolah dasar dapat mengganggu pertumbuhan gigi, diare, dan yang terpenting mempengaruhi perkembangan kepribadiannya.
Solusi
- Bila anak masih bayi tak perlu terlalu khawatir. Namun jika sudah amat mengganggu coba ganti dengan empeng dan hentikan sedikit demi sedikit.
- Bila terjadi setelah usia satu tahun, mungkin anak sedang lelah atau bosan, alihkan kegiatannya.
- Bila terjadi pada usia 5-6 tahun, beri penjelasan akibat dari kebiasaan buruknya, anda dapat memberinya hadiah bila anak berhasil menghentikannya.
- Jika tetap saja sulit ditangani, sangat mungkin terdapat ketidakmatangan emosi dan sosial hingga memerlukan penanganan lebih khusus.
Menggigit kuku
Menggigit kuku kadang merupakan perpanjangan dari kebiasaan mengisap ibujari. Paling banyak terjadi saat anak menginjak remaja (13-15 tahun), bisa juga lebih. Jika kebiasaan ini belum hilang juga, seringkali ketika dewasa beralih menjadi kebiasaaan merokok, makan permen karet, mengorek hidung, atau memainkan rambut. Menurut ahli, kebiasaan buruk ini adalah ekspresi dari kegelisahan, rasa tertekan, kecewa, dan kemarahan. Temukan penyebabnya dulu.
Solusi
- Beri pengertian kepada anak tentang akibat buruk menggigit kuku dan penyakit yang dapat timbul karena kebiasaan ini.
- Mengalihkan kebiasaan tersebut pada bentuk permainan dengan teman sebaya.
Menggoyang atau membenturkan kepala
Biasanya terjadi pada usia 7-14 bulan kadang hingga 5 tahun. Pada awalnya, kebiasaan ini dianggap normal sesuai dengan tahap perkembangan motorik. Pada anak lebih besar, bisa jadi ada latar belakang stres seperti rasa tak aman atau ingin menarik perhatian orangtua, bisa pula ada kelainan organ.
Solusi
- Umumnya kebiasaan ini akan berhenti sendiri.
Bila orangtua khawatir, alihkan kebiasaan gerakan ritmis tersebut menjadi gerakan ritmis yang lain seperti bertepuk tangan, atau menari.
Jika kebiasaan membenturkan kepala membahayakan dan tak ada kecenderungan berhenti, atau anak punya kelainan lain, sebaiknya konsultasikan pada dokter anak dan psikolog.
Kebiasaan menahan napas (breath holding spell)
Sering terjadi pada usia 1 - 5 tahun. Diduga ini merupakan bentuk awal dari temper tantrum pada saat anak sudah mampu mengekspresikan rasa frustasi. Bisa jadi ada gangguan hubungan emosional orangtua dengan anak, misalnya ibu yang terlalu sabar, orangtua overprotektif, yang selalu memenuhi kebutuhan anak, atau orangtua yang tidak konsisten.
Umumnya, didahului dengan menangis, berhenti, lalu anak menahan napas, bahkan bisa sampai kebiruan di sekitar mulut dan muka. Kadang anak tampak lemas atau timbul gerakan seperti kejang. Berlangsung 5-10 detik.
Solusi
Jangan panik, kenali kapan biasanya si kecil mulai menahan napas. Hindari gerakan berlebihan seperti mengejutkan, membentak, menepuk, memberi minum, dan sebagainya. Yang penting pastikan anak merasa nyaman, dengan menggendong atau memeluknya.
Jika terus berlanjut, kebiasaan ini perlu dihilangkan, misalnya dengan mengubah perilaku orangtua pada si kecil.
Mengamuk (temper tantrum)
Mengamuk umum terjadi saat anak berusia 3-12 tahun, lebih sering pada laki-laki. Anak menjerit, memukul, menendang, menjatuhkan badan ke lantai, memukul kepala, atau melempar barang. Penyebabnya bisa karena meniru orangtua, atau kepribadian anak sendiri (bossy, aktif dan energik), ketakutan luar biasa, ketidakcocokan dengan orangtua saat anak sedang berkembang pribadinya, orangtua yang terlalu membebaskan atau overprotektif, tidak konsisten, faktor keturunan, kecemburuan pada saudara, dan sebagainya.
Tips: Atasi temper tantrum
- Jangan penuhi keinginannya bila anak tantrum, biarkan saja. Begitu anak menyadari ia tak mendapat apa-apa, tantrum akan berhenti.
Mungkin saja cara ini tak berhasil, yang penting orangtua harus sabar, jangan tergesa-gesa mengambil sikap, misalnya karena malu dilihat orang. Ingat, orangtua sebaiknya selalu konsisten
Tidak ada komentar:
Posting Komentar